“Living Light” Lampu Penerangan Yang Sumber Listriknya Dari Tanaman
Ini Dia “Living Light”, Lampu Penerangan Yang Listriknya Hanya Bersumber Dari Fotosintesis Tanaman!
Seorang perancang asal Belanda bernama Ermi van Oers telah menciptakan sebuah penerangan dengan menggunakan listrik yang berasal dari tanaman, dan berencana untuk meningkatkan teknologi ini untuk dapat memenuhi pasokan kebutuhan energi sebuah kota cerdas atau “the smart city”.
Dinamakan “Living Light”, ia presentasikan pada Pekan Desain Belanda atau Dutch Design Week, yang cara kerjanya menggunakan mikro-organisme untuk mengubah energi kimia yang dihasilkan tanaman secara alami selama fotosintesis, dan diubah menjadi arus listrik untuk kemudian menyalakan lampu.
Van Oers pertama kali mengembangkan teknologinya dengan sebuah kelompok penelitian bernama Plant-e pada tahun 2016 silam, dan berencana meluncurkan 50 lampu di masa mendatang, hanya dari listrik tanaman.
Listrik gratis yang berasal dari tanaman
Van Oers awalnya merancang sebuah sirkuit penerangan lampu dari hasil fotosintesis tanaman yang ia namakan Living Light tersebut untuk sepenuhnya dapat mencukupi kebutuhan tenaganya secara mandiri.
Itu artinya bahwa Living Light dapat berfungsi di luar jaringan listrik rumah yang biasa digunakannya selama ini.
Jadi setelah dengan adanya Living Light ini, maka penerangan lampu tidak perlu lagi dicolokkan ke soket listrik tegangan tinggi sebagai sumber listrik seperti biasanya.
Dia telah mulai menerapkan teknologi yang dikenal juga sebagai “energi mikroba” ini ke ruang publik, dan berkolaborasi dengan pemerintah kota Rotterdam untuk menerangi salah satu tamannya.
“Potensinya sangat besar, lampu jalan bisa terhubung dengan pohon, hutan bisa menjadi pembangkit listrik. Bahkan, sawah di Indonesia bisa menghasilkan makanan dan sekaligus listrik bagi penduduk setempat,” katanya pada penyelenggara, Dezeen.
Cara kerja “Living Light”
Living Light menyertakan sebuah sirkuit pembangkit listrik kecil yang diletakkan di dalam tabung kaca yang berguna juga sebagai pot dari tanaman tersebut. Sebagai proses fotosintesis tanaman, ia akan melepaskan senyawa organik ke dalam ruang di bawah tanah.
Bahan berupa senyawa organik itu kemudian dipecah oleh bakteri yang dipelihara melalui sel bahan bakar mikroba, yaitu sebuah sistem yang meniru interaksi bakteri yang ditemukan di alam.
Saat interaksi ini terjadi, elektron dan proton diciptakan dan diangkut dari tanah menuju sirkuit elektronik.
Cara kerjanya standar, persis seperti baterai yang memiliki anoda dan katoda. Anoda dibuat dari elektroda karbon dan diletakkan dibawah tanah, tepat dibawah akar tumbuhan yang berguna untuk menangkap elektron dari akar tanaman.
Kemudian elektron ini akan di transfer melalui sebuah kawat kabel ke atas tanah. Aliran elektron yang melalui kawat kabel menghasilkan energi listrik, lalu menuju sirkuit elektronik dan kemudian ke lampu LED.
Arus listrik yang dilewatkan di sepanjang kawat, lalu dimasukkan ke dalam sebuah komponen berbantuk cincin yang dilengkapi dengan LED. Lampunya akan menyala saat pengguna menyentuh daun tanaman.
Maka, setelah lampu LED menyala, elektron mengalir kembali melalui sirkuit elektrik dan keluar, dikembalikan lagi ke alam dan mengakhiri perjalanannya. Jadi cara ini memang listrik gratis dari alami yang didapat dari fotosistesis alamiah tumbuhan.
Ramah lingkungan, dapat digunakan di kota masa depan
Van Oers mengklaim bahwa kota-kota masa depan dapat didukung secara eksklusif oleh tanaman dengan cara yang sama, dengan mengganti jaringan listrik dengan sistem energi mikroba yang nantinya akan lebih berkelanjutan dan lebih baik lagi.
“Keberlanjutan”, merupakan tema utama pada Pekan Desain Belanda ini, dimana para perancang berusaha mencoba untuk bereksperimen dengan bahan limbah dan energi alternatif sebagai respons terhadap meningkatnya ancaman perubahan iklim dunia.
Van Oers juga percaya bahwa nantinya akan ada banyak peluang bagi desainer-desainer lainnya untuk mengubah status quo yang telah ada.
“Saya harap kita sampai pada titik dimana setiap pot tanaman bisa dilengkapi dengan teknologi ini, dan kita tidak tahu yang lebih baik dari tanaman yang telah menjadi bagian dari sistem energi kita,” katanya.
“Alam akan mendapatkan nilai ekonomis yang lebih tinggi dan kita akan mulai membuat lebih banyak tempat hijau sehingga keanekaragaman hayati dapat berkembang, sambil menurunkan emisi gas rumah kaca pada saat bersamaan,” lanjutnya.
Namun para perancang mengakui bahwa teknologinya masih baru, dan bahwa “Cahaya Hidup” atau Living Light ini hanya dapat menghasilkan sejumlah kecil energi dalam bentuknya saat ini.
Fotosintesis tanaman terjadi sepanjang waktu. Tapi lampu butuh satu hari untuk menghasilkan energi yang cukup untuk menyala setengah jam, meskipun hal ini dapat bervariasi tergantung pada kondisi pembangkit listriknya.
Living Light dipresentasikan di Veem selama Dutch Design Week, yang berlangsung di Eindhoven tahun 2017 lalu. Dezeen sang penyelenggara, mempersembahkan lima Good Design untuk sebuah pertemuan Bad World selama festival yang hanya seminggu, termasuk topik tentang polusi, politik dan pengungsi. (IndoCropCircles.com / credits: livinglight.info).
Pustaka:
- livinglight.info, Living Energy – Discovering the power of plants
- dutchdesignawards.nl, Ermi van Oers Living Light
- psfk.com, Lamp Harvests Energy From Plants
Photo Gallery:
0 comments